Cara Berbakti Kepada Orang Tua yang Telah Meninggal Dunia

- Oktober 19, 2018

Ketika seseorang ditinggal oleh kedua orang tuanya, dia tetap bisa berbakti kepada mereka berdua. Salah satunya adalah dengan melaksanakan nazar yang pernah mereka ucapkan selama hidupnya, seperti ibadah haji, umrah, puasa ataupun lainnya.

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, ”Seorang wanita dari Juhainah mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan berkata, ”Ibuku bernazar untuk melaksanakan ibadah haji, namun belum melaksanakannya sampai wafat, apakah saya harus berhaji untuknya?’

Rasulullah menjawab,

 نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا؛ أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوْا الله فَالله أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ

”Ya, berhajilah baginya, bukankah jika ibumu mempunyai hutang kamu akan melunasinya, bayarlah hutang kepada Allah, karena hutang kepada Allah lebih berhak untuk segera dilunasi.” (HR. Al-Bukhari).

Ibnu Hajar dalam kitab Fath Al-Bari menuturkan,

“Hadits ini menunjukkan bahwa masalah melunasi hutang orang yang telah meninggal dunia itu sudah maklum dan ditetapkan, dan menunjukkan boleh menghajikan orang lain.

Demikian juga, bagi orang yang meninggal dunia, sedang semasa hidupnya sudah bernazar, maka wajib bagi ahli warisnya untuk menghajikannya. Dana pelaksanaannya diambil dari harta kekayaan orang yang meninggal tersebut, sebelum dibagikan kepada ahli warisnya, disamping melunasi semua hutangnya. Kewajiban untuk menghajikan haji ini, bisa dianalogikan dengan segala hak yang menjadi tanggungan orang yang meninggal itu semasa hidupnya, seperti kafarat, nazar, zakat dan lainnya. 

Dalam hadits lain, yang diriwayatkan oleh Buraidah Radhiyallahu Anhu, ia berkata,

“Ketika saya sedang duduk bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, datang seorang wanita lalu bertutur,

“Saya memerdekakan seorang budak wanita (pahalanya saya niatkan) untuk ibu saya yang sudah meninggal.”

Rasulullah menjawab, “Kamu juga mendapatkan pahala dan menjadi pewaris darinya.”

Ia bertanya, ”Wahai Rasulullah, ibu saya mempunyai hutang puasa selama sebulan, apakah saya harus melaksanakan puasa itu?”

Rasulullah menjawab, ”Ya, berpusalah untuknya.”

Ia bertanya lagi, ”Ibuku juga belum melaksanakan haji, apakah saya juga harus menghajikannnya?”

Rasulullah menjawab, “Ya, berhajilah untuknya.” (HR. Muslim).

An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim mengatakan,

“Hadits ini menunjukkan wajib hukumnya melunasi hutang orang yang telah meninggal dunia, berdasarkan kesepakatan para ulama. Tidak ada perbedaan di antara ulama bahwa jika hutang dilunasi oleh para ahli waris atau pun oleh orang lain, maka kewajibannya sudah terlaksana.

Hadits ini juga merupakan dalil madzhab Syafi'i dan jumhur (mayoritas) ulama, yang membolehkan dalam melaksanakan haji untuk orang yang sudah meninggal dunia, manakala ia bernazar semasa hidupnya, begitu pula boleh menghajikan orang sakit atau lemah yang tidak mungkin sembuh.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, ia berkata,

“Istri Salman bin Abdullah Al-Juhani, menyuruh seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengenai ibunya yang meninggal dunia, namun belum sempat pergi haji, apakah boleh menghajikannya?

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, 

أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّهَا دَيْنٌ فَقَضَتْهُ عَنْهَا أَكَانَ يُجْزِئُ عَنْ أُمِّهَا؟ 

“Jikalau ibunya berhutang, lalu ia lunasi, bukankah hutang ibunya lunas?”

Ia menjawab, ”Ya.”

Lantas Nabi bersabda,

فَلْتَحْجُجْ عَنْ أُمِّهَا 

”Hendaklah ia menghajikan ibunya.” (HR. Ahmad).

Sebagian tulisan ini disadur dari kitab Haditsul Ihsan karya Prof. Dr. Falih bin Muhammad bin Falih Ash Shughayyir. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamin.

[Abu Syafiq/Fimadani.net]
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search