Bolehkah Tidak Puasa Akibat Corona? Ini Penjelasan Ulama Internasional

- April 20, 2020
Sebagian masyarakat bertanya tentang kewajiban puasa pada bulan Ramadhan di masa pandemi Corona (Covid-19) yang melanda dunia.

Para ulama di berbagai negara pun telah merespons dengan mengemukakan dalil-dalil yang kuat dari Al-Qur`an dan hadits. Di antaranya adalah Sekretaris Jenderal Persatuan Ulama Muslim Internasional, Profesor Dr. Ali Muhyiddin Al-Qarah Daghi atau lebih dikenal dengan Al-Qaradaghi.

Dalam wawancara ekslusif dengan alkhleejonline, Al-Qaradaghi menjelaskan sejumlah hukum terkait hal tersebut.

Ulama yang berasal dari Irak itu menegaskan, hukum berpuasa di bulan Ramadhan adalah wajib bagi semua umat Islam yang telah mukallaf (dibebani hukum syariat) kecuali bagi orang-orang yang disebutkan dalam Al-Qur`an yaitu orang sakit, berada dalam perjalanan, dan orang-orang yang hukumnya sama dengan mereka.

“Puasa di bulan Ramadhan adalah kewajiban individu umat Islam yang tidak terpengaruh oleh virus Corona, kecuali bagi mereka yang terinfeksi. Jadi, sudah seharusnya kaum muslimin dan muslimat menjalankan ibadah puasa ini kecuali mereka yang mempunyai halangan untuk itu. Semua ulama dari dahulu sampai sekarang telah sepakat bahwa puasa Ramadhan adalah salah satu dari lima Rukun Islam,” jelasnya.

Al-Qaradaghi yang berkewarganegaraan Qatar itu menjelaskan, ibadah puasa di bulan Ramadhan telah diperintahkan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya melalui dalil-dalil yang pasti dan valid.

Baca juga: Shalat Tarawih di Rumah Atau Masjid? Ini Penjelasan Mufti Agung Arab Saudi

Dalil yang utama adalah firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur`an yang berbunyi,

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Dalil lain, lanjut ulama kelahiran 1949 itu, adalah firman Allah Ta’ala,

“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah.” (QS. Al-Baqarah: 185).

Doktor lulusan Universitas Al-Azhar Kairo Mesir itu melanjutkan, dalam ayat tersebut terdapat keterangan tentang tiga kategori orang yang boleh tidak berpuasa.

Pertama, orang yang tidak mampu berpuasa sama sekali, baik sekarang maupun nanti.

Inilah yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala,

“Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184).

Kedua, orang sakit.

Para ulama mendefinisikan orang sakit berdasarkan dalil-dalil yang kuat.

Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ (6/261), ketika mendefinisikan orang sakit yang diperbolehkan meninggalkan puasa, mengatakan,

“Definisinya adalah orang sakit yang mana puasa bisa menimbulkan kesulitan baginya. Adapun orang yang menderita sakit ringan dan puasa tidak menimbulkan kesulitan baginya, tidak diizinkan untuk meninggalkan puasa. Dalam hal ini tidak ada perbedaan di antara ulama kami.”

Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni (4/403) mengatakan,

“Para ulama sepakat bahwa dibolehkan bagi orang sakit untuk tidak berpuasa secara umum. Adapun secara khusus adalah penyakit parah yang bertambah jika seseorang tetap melakukan puasa dan dikhawatirkan akan sembuh dalam waktu yang lama. Para ulama juga sepakat, orang yang sakit harus mengganti (qadha) puasanya, seperti yang dijelaskan dalam firman Allah Ta’ala,

“Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184).

Baca juga: Jelang Ramadhan, Utang Puasa Belum Lunas?

Ketiga, musafir.

Para ulama juga sepakat bahwa musafir boleh tidak berpuasa meskipun mereka berbeda pendapat tentang jarak perjalanan yang ditempuh dan beberapa rinciannya.

Dalam hal ini, Al-Qaradaghi menganjurkan untuk merujuk kepada beberapa kitab yaitu Hasyiyah Ibni Abdin, Radd Al-Muhtar Ala Ad-Durr Al-Mukhtar (1/528), Bidayah Al-Mujtahid (1/346), Al-Majmu’ (6/261), dan Ar-Raudh Al-Murbi’ Syarh Zad Al-Mustaqni’ (1/89).

Al-Qaradaghi menjelaskan, Covid-19 termasuk penyakit parah. Ketika seseorang dinyatakan positif terjangkit virus itu, ia mendapatkan keringanan (rukhshah) dalam semua hukum yang terkait dengan orang sakit, termasuk boleh tidak berpuasa.

Adapun jika seseorang tidak terinfeksi Covid-19, tidak pula menderita sakit parah, dan tidak ada halangan lain yang membuatnya boleh meniggalkan puasa, maka ia wajib melaksanakan puasa Ramadhan berdasarkan konsensus para ulama (ijma`), karena ia dinyatakan sebagai orang sehat.

“Tidak boleh meninggalkan ibadah puasa karena Corona kecuali bagi orang yang telah terinfeksi. Adapun sekadar perasaan takut terinfeksi tidak menjadi alasan yang benar untuk meninggalkan puasa, kecuali ada laporan medis bahwa orang tersebut berisiko terinfeksi Corona jika berpuasa. Dalam kondisi seperti ini, dia boleh tidak berpuasa dan wajib menggantinya pada hari lain di luar bulan Ramadhan.” tandasnya.

Wallahu A’lam.

[Abu Syafiq/Fimadani]
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search