Di antara cara yang disarankan para medis dalam menghindari pandemi (wabah penyakit yang menjangkiti dunia secara global) adalah lockdown (mengunci wilayah), karantina bagi yang sehat, isolasi bagi yang terinfeksi virus, dan social distancing (pembatasan sosial atau jaga jarak).
Sejatinya, jika diselisik lebih dalam, sejarah membuktikan bahwa cara tersebut telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam semenjak 14 abad yang lalu.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta manusia untuk berdiam diri di rumah masing-masing ketika terjadi pandemi. Beliau bersabda
“Apabila kalian mendengar wabah thaun (pes) melanda sebuah negeri, janganlah kalian memasukinya. Apabila wabah itu melanda sebuah negeri sedangkan kalian berada di dalamnya, janganlah kalian keluar darinya.” (Muttafaq Alaih).
Thaun Amwas
Sebuah wabah pernah terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu pada tahun 18 H. Wabah itu berasal dari Amwas, sebuah desa yang terletak di Palestina, sehingga dinamakan Thaun Amwas.
Pandemi yang merenggut nyawa 30.000 muslim itu menyebar di seantero negeri Syam. Umar selaku pemimpin tertinggi kaum muslimin pada saat itu bersumpah tidak akan memakan lemak dan daging serta tidak akan meminum susu.
Malapetaka ini menggerakkan hati Umar untuk mengunjungi negeri Syam dan menemui sejumlah staf gubernur yang berada di perbatasan Hijaz dan Syam.
Setelah melakukan rapat terbatas dengan para pejabat setempat dan mengetahui kondisi genting yang meliputi negeri Syam, Umar memutuskan untuk tidak mengunjungi daerah yang terpapar pandemi dan kembali ke Madinah.
Sementara itu, Gubernur Abu Ubaidah Al-Jarrah menolak untuk meninggalkan Syam demi mengamalkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang melarang seseorang untuk meninggalkan daerah yang terkena pandemi Thaun.
Abu Ubaidah percaya bahwa menghidar dari Thaun adalah menghindar dari takdir Allah. Ia mengucapkan pernyataan yang dikenang hingga saat ini. “Saya berada di tengah-tengah tentara muslim, saya tidak ingin meninggalkan mereka.”
Setelah Umar kembali ke pusat pemerintahan di Madinah, pandemi Thaun semakin menjadi-jadi dan melebar kemana-mana. Negeri Syam yang merupakan sumber pandemi mencatat banyak korban meninggal.
Penyebaran pandemi Thaun tidak terkendali. Hingga, akhirnya Umar bin Khattab mengirim Amru bin Ash untuk mengatasinya. Ia bertugas sebagai gubernur yang menggantikan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah dan Muadz bin Jabal yang meninggal dunia akibat Thaun.
Pakar sejarah dari Libya, Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, menyebutkan dalam bukunya, sesampai Amru bin Ash di Syam, ia berujar kepada penduduknya,
“Wahai manusia, ketika wabah melanda, ia akan menjalar seperti api yang menyala. Jauhilah wabah ini dengan mengungsi ke pegunungan.”
Dalam versi riwayat lain disebutkan, “Hendaklah kalian berpencar ke lereng gunung dan lembah.”
Amru lalu pergi ke pegunungan dan diikuti oleh penduduk negeri Syam. Mereka berpencar ke banyak tempat di wilayah tersebut.
Tak butuh waktu yang lama, pandemi Thaun pun hilang dari negeri Syam. Kabar tersebut sampai ke pemerintah pusat. Umar pun senang mendengarnya.
Baca juga: Doktor Katolik Amerika: Anjuran Nabi Muhammad Efektif Dalam Mengatasi Pandemi
Dalam sebuah versi disebutkan, usulan untuk meninggalkan daerah pandemi disampaikan langsung oleh Umar bin Khattab melalui surat yang ia tulis kepada Amru bin Ash.
Sejarawan mengungkapkan, kebijakan Umar bin Khattab menangani pandemi Thaun adalah sikap yang sangat hati-hati. Ia dan para pejabat tinggi pemerintahan memutuskan untuk tidak memasuki negeri Syam.
Umar pun berusaha sekuat tenaga agar orang-orang yang negatif pandemi bisa keluar dari negeri Syam. Tak sampai di sana, setelah masa darurat pandemi berakhir, Umar pun turun langsung untuk mengontrol perkembangan masyarakat negeri Syam dan mengatasi krisis yang melanda ketika itu.
Di antara sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang meninggal akibat pandemi Thaun Amwas adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, Muadz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan, Al-Harits bin Hisyam, Suhail bin Amru, Atabah bin Suhail, serta para sahabat dan tabi’in lainnya.
Saat ini, desa Amwas sudah dikuasai oleh Zionis Israel. Pada tahun 1967, Amwas dihancurkan dan penduduknya diusir oleh Israel.
Setelah itu, Israel menyulap Amwas menjadi tempat wisata dengan menanami banyak pohon. Pembangunannya dibiayai penuh oleh orang-orang Yahudi yang berasal dari Kanada. Sehingga, tempat ini dinamai Canada Park (Taman Kanada).
[Abu Syafiq/Fimadani]
Sejatinya, jika diselisik lebih dalam, sejarah membuktikan bahwa cara tersebut telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam semenjak 14 abad yang lalu.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta manusia untuk berdiam diri di rumah masing-masing ketika terjadi pandemi. Beliau bersabda
“Apabila kalian mendengar wabah thaun (pes) melanda sebuah negeri, janganlah kalian memasukinya. Apabila wabah itu melanda sebuah negeri sedangkan kalian berada di dalamnya, janganlah kalian keluar darinya.” (Muttafaq Alaih).
Thaun Amwas
Sebuah wabah pernah terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu pada tahun 18 H. Wabah itu berasal dari Amwas, sebuah desa yang terletak di Palestina, sehingga dinamakan Thaun Amwas.
Pandemi yang merenggut nyawa 30.000 muslim itu menyebar di seantero negeri Syam. Umar selaku pemimpin tertinggi kaum muslimin pada saat itu bersumpah tidak akan memakan lemak dan daging serta tidak akan meminum susu.
Malapetaka ini menggerakkan hati Umar untuk mengunjungi negeri Syam dan menemui sejumlah staf gubernur yang berada di perbatasan Hijaz dan Syam.
Setelah melakukan rapat terbatas dengan para pejabat setempat dan mengetahui kondisi genting yang meliputi negeri Syam, Umar memutuskan untuk tidak mengunjungi daerah yang terpapar pandemi dan kembali ke Madinah.
Sementara itu, Gubernur Abu Ubaidah Al-Jarrah menolak untuk meninggalkan Syam demi mengamalkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang melarang seseorang untuk meninggalkan daerah yang terkena pandemi Thaun.
Abu Ubaidah percaya bahwa menghidar dari Thaun adalah menghindar dari takdir Allah. Ia mengucapkan pernyataan yang dikenang hingga saat ini. “Saya berada di tengah-tengah tentara muslim, saya tidak ingin meninggalkan mereka.”
Setelah Umar kembali ke pusat pemerintahan di Madinah, pandemi Thaun semakin menjadi-jadi dan melebar kemana-mana. Negeri Syam yang merupakan sumber pandemi mencatat banyak korban meninggal.
Penyebaran pandemi Thaun tidak terkendali. Hingga, akhirnya Umar bin Khattab mengirim Amru bin Ash untuk mengatasinya. Ia bertugas sebagai gubernur yang menggantikan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah dan Muadz bin Jabal yang meninggal dunia akibat Thaun.
Pakar sejarah dari Libya, Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, menyebutkan dalam bukunya, sesampai Amru bin Ash di Syam, ia berujar kepada penduduknya,
“Wahai manusia, ketika wabah melanda, ia akan menjalar seperti api yang menyala. Jauhilah wabah ini dengan mengungsi ke pegunungan.”
Dalam versi riwayat lain disebutkan, “Hendaklah kalian berpencar ke lereng gunung dan lembah.”
Amru lalu pergi ke pegunungan dan diikuti oleh penduduk negeri Syam. Mereka berpencar ke banyak tempat di wilayah tersebut.
Tak butuh waktu yang lama, pandemi Thaun pun hilang dari negeri Syam. Kabar tersebut sampai ke pemerintah pusat. Umar pun senang mendengarnya.
Baca juga: Doktor Katolik Amerika: Anjuran Nabi Muhammad Efektif Dalam Mengatasi Pandemi
Dalam sebuah versi disebutkan, usulan untuk meninggalkan daerah pandemi disampaikan langsung oleh Umar bin Khattab melalui surat yang ia tulis kepada Amru bin Ash.
Sejarawan mengungkapkan, kebijakan Umar bin Khattab menangani pandemi Thaun adalah sikap yang sangat hati-hati. Ia dan para pejabat tinggi pemerintahan memutuskan untuk tidak memasuki negeri Syam.
Umar pun berusaha sekuat tenaga agar orang-orang yang negatif pandemi bisa keluar dari negeri Syam. Tak sampai di sana, setelah masa darurat pandemi berakhir, Umar pun turun langsung untuk mengontrol perkembangan masyarakat negeri Syam dan mengatasi krisis yang melanda ketika itu.
Di antara sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang meninggal akibat pandemi Thaun Amwas adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, Muadz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan, Al-Harits bin Hisyam, Suhail bin Amru, Atabah bin Suhail, serta para sahabat dan tabi’in lainnya.
Saat ini, desa Amwas sudah dikuasai oleh Zionis Israel. Pada tahun 1967, Amwas dihancurkan dan penduduknya diusir oleh Israel.
Setelah itu, Israel menyulap Amwas menjadi tempat wisata dengan menanami banyak pohon. Pembangunannya dibiayai penuh oleh orang-orang Yahudi yang berasal dari Kanada. Sehingga, tempat ini dinamai Canada Park (Taman Kanada).
[Abu Syafiq/Fimadani]
Advertisement
EmoticonEmoticon