Dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang ditayangkan Selasa (22 Januari 2019), muncul pernyataan tentang pemilihan presiden dikembalikan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal tersebut ditanyakan oleh Karni Ilyas kepada pengamat politik Dr. Margito Kamis.
“Berkali-kali saya meminta itu kepada teman-teman di partai politik termasuk [yang berada di MPR]. Saya bilang, kita ini tolol sebagai bangsa, kita ditipu sebagai bangsa. Berapa trilyun dolar, berapa trilyun rupiah kita keluarkan untuk ini,” ujar Margito.
Menurut Margito, dana yang digunakan untuk pemilu sebesar 28 trilyun bisa dialokasikan untuk membangun Papua, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.
Pria kelahiran Ternate itu menuturkan, kita boleh bangga ketika orang luar negeri menilai demokrasi Indonesia menempati urutan yang tinggi.
“Tetapi, kita temukan dalam kenyataan orang-orang terkapar di jalan-jalan. Orang-orang terkapar di sudut-sudut jalan. Orang merana di mana-mana,” imbuhnya.
Margito juga mengatakan, ada orang yang menilai sistem pemilihan presiden melalui MPR dan DPR tidak demokratis. Margito pun menepis anggapan itu dan menyampaikan alasannya.
“[Contohnya] Eropa Barat. Apakah memilih pemimpin mereka, perdana menteri mereka melalui pemilu langsung? Tidak. Kenapa tidak kita sebut itu sebagai [sistem] yang tidak demokratis?” tanya dia.
Karni Ilyas lalu menyela pernyataan Margito.
“Ya. Gak usah jauh-jauh. Bung Karno [dan] Bung Hatta dipilih pakai musyarawah,” katanya.
Margito pun menyetujui pernyataan Karni Ilyas.
“Ya, dipilih seperti itu. Tidak ada masalah. Kenapa tidak kita bikin [seperti] itu? Kita ditipu dengan gagasan bahwa hanya dengan [pilpres langsung] ini kita menjadi demokratis.”
Menurut Margito, bangsa Indonesia harus berani mencari jalan keluar agar pemilihan presiden dikembalikan kepada MPR dan DPR.
Seperti diketahui, pemilihan presiden langsung di Indonesia dilaksanakan pada tahun 2004 silam.
[Abu Syafiq/Fimadani]
Hal tersebut ditanyakan oleh Karni Ilyas kepada pengamat politik Dr. Margito Kamis.
“Berkali-kali saya meminta itu kepada teman-teman di partai politik termasuk [yang berada di MPR]. Saya bilang, kita ini tolol sebagai bangsa, kita ditipu sebagai bangsa. Berapa trilyun dolar, berapa trilyun rupiah kita keluarkan untuk ini,” ujar Margito.
Menurut Margito, dana yang digunakan untuk pemilu sebesar 28 trilyun bisa dialokasikan untuk membangun Papua, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.
Pria kelahiran Ternate itu menuturkan, kita boleh bangga ketika orang luar negeri menilai demokrasi Indonesia menempati urutan yang tinggi.
“Tetapi, kita temukan dalam kenyataan orang-orang terkapar di jalan-jalan. Orang-orang terkapar di sudut-sudut jalan. Orang merana di mana-mana,” imbuhnya.
Margito juga mengatakan, ada orang yang menilai sistem pemilihan presiden melalui MPR dan DPR tidak demokratis. Margito pun menepis anggapan itu dan menyampaikan alasannya.
“[Contohnya] Eropa Barat. Apakah memilih pemimpin mereka, perdana menteri mereka melalui pemilu langsung? Tidak. Kenapa tidak kita sebut itu sebagai [sistem] yang tidak demokratis?” tanya dia.
Karni Ilyas lalu menyela pernyataan Margito.
“Ya. Gak usah jauh-jauh. Bung Karno [dan] Bung Hatta dipilih pakai musyarawah,” katanya.
Margito pun menyetujui pernyataan Karni Ilyas.
“Ya, dipilih seperti itu. Tidak ada masalah. Kenapa tidak kita bikin [seperti] itu? Kita ditipu dengan gagasan bahwa hanya dengan [pilpres langsung] ini kita menjadi demokratis.”
Menurut Margito, bangsa Indonesia harus berani mencari jalan keluar agar pemilihan presiden dikembalikan kepada MPR dan DPR.
Seperti diketahui, pemilihan presiden langsung di Indonesia dilaksanakan pada tahun 2004 silam.
[Abu Syafiq/Fimadani]
Advertisement
EmoticonEmoticon