Kisah Pilu Wanita Rohingya Melarikan Diri dari Kekejaman Militer Myanmar

- Januari 19, 2019
Para pengungsi Rohingya di kamp-kamp pengungsi yang berada di kota Cox-Bazar, tenggara Bangladesh tidak mudah melupakan memori tentang kekejaman yang dilakukan tentara dan milisi Buddha Myanmar kepada mereka.

Belasan perempuan dari kaum minoritas Muslim Rohingya menceritakan peristiwa pembunuhan terhadap kerabat mereka dalam serangan yang dilakukan militer Myanmar di Provinsi Arakan (Rakhine).

Dalam sebuah wawancara dengan Anadolu, seorang pengungsi bernama Khadijah Bibi mengatakan, dia bersama keluarganya terpaksa melarikan diri ke negara Bangladesh setelah salah seorang putranya terbunuh. Adapun suaminya, meninggal dunia setelah sampai di Cox's Bazar.

“Saya tidak ingin kembali ke Arakan, sehingga saya tidak mengalami kekejaman itu lagi. Setidaknya, di sini kami tidak tertindas. Sebab, semua perempuan Rohingya yang tinggal di Myanmar akan diperkosa oleh tentara,” tuturnya sedih.

Peristiwa yang sama juga dialami oleh wanita Rohingya lain yang bernama Ruqayah Syufik, seorang ibu yang mempunyai dua anak.

Ruqayah bercerita, orang tuanya dibunuh secara kejam oleh militer Myanmar di hadapannya, sedangkan suami dan salah seorang saudara laki-lakinya ditangkap. Sehingga, dia dan saudaranya yang lain merawat kedua putranya.

Melalui Anadolu, para wanita itu menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pemerintah dan rakyat Turki yang telah mendirikan kamp di Cox-Pazar, menyediakan layanan medis dan bantuan kemanusiaan untuk ratusan pengungsi Rohingya.

Sejak 25 Agustus 2017, tentara Myanmar dan milisi Buddha telah melakukan kejahatan, serangan, dan pembantaian brutal terhadap muslim Rohingya di Arakan.

Kekejaman mereka itu menewaskan ribuan orang menurut sumber-sumber lokal dan internasional yang tepercaya. Di samping itu, menurut laporan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), hampir satu juta orang mengungsi di Bangladesh.

Pemerintah Myanmar menganggap warga Rohingya sebaga imigran gelap yang berasal dari Bangladesh. Sementara itu, PBB menyebut mereka sebagai kaum minoritas yang paling teraniaya di muka bumi.

[Abu Syafiq/Fimadani]
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search