Sepenggal Kisah Istigosah yang Berujung Duka

- April 13, 2020
Sebelum virus Corona (Covid-19) ada beberapa wabah penyakit yang melanda dunia. Di antaranya adalah pandemi Black Death (Maut Hitam atau Wabah Hitam) yang terjadi di Eropa pada tahun 1347-1351.

Wabah ini menyebar ke hampir seluruh daratan Eropa dan beberapa negara di Afrika dan Asia.

Pada tahun 1348 (749 H), Mesir dilanda wabah yang mematikan tersebut. Sejarawan Islam Taqiyyuddin Ahmad bin Ali Al-Maqrizi (wafat 1442/845 H), dalam kitabnya As-Suluk Li Ma’rifah Duwal Al-Muluk menggambarkan efek sosial dari wabah tersebut.

Al-Maqrizi menuturkan, “Pada saat itu, semua pesta dan resepsi pernikahan dibatalkan. Tidak ada satu pun yang menggelarnya pada masa wabah itu melanda negeri. Tidak ada suara nyanyian. Kumandang azan pun tidak terdengar kecuali dari satu masjid yang terkenal pada waktu itu.”

Sejarawan Mesir Abu Al-Mahasin Jamaluddin Yusuf bin Taghri Bardi (wafat 1470/872 H), dalam kitabnya An-Nujum Az-Zahirah, menyebutkan kisah yang sama. Ia menambahkan, “Waktu itu, sebagian besar masjid dan mushalla ditutup.”

Buku-buku sejarah juga mencatat upaya masyarakat dalam menangkal wabah yang terjadi dengan berkumpul di masjid-masjid dan memanjatkan doa dalam skala besar.

Seorang hakim yang juga pakar sejarah, Syamsuddin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i (wafat 1378/780 H), dalam kitabnya yang berjudul Syifa’ Al-Qalbil Mahzun Fi Ma Yata’allaq Bi Ath-Thaun, ia menceritakan sebuah wabah besar melanda Damaskus pada tahun 1363/764 H.

Syamsuddin menulis, “Pada saat itu, warga merasa baik-baik saja. Mereka mengisi malam dengan shalat dan beribadah kepada Allah. Pada siang harinya mereka melaksanakan puasa. Tak lupa, mereka pun bersedekah dan bertobat kepada Allah Ta’ala. Kami tinggalkan rumah dan memilih untuk berdiam di masjid-masjid. Orang-orang dewasa, anak-anak dan kaum wanita turut serta beribadah bersama kami.”

Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam kitabnya, Inba` Al-Ghumri Bi Anba` Al-Umri, menceritakan dampak pertemuan yang dilakukan masyarakat ketika wabah menyerang wilayah Mesir.

Menurut Ibnu Hajar, sebuah wabah terjadi pada tahun 1430/833 H. Seorang pejabat negara bernama Syihabuddin Asy-Syarif mengumpulkan 40 orang alim. Nama depan mereka semua adalah Muhammad. Syihabuddin memberi mereka sejumlah uang sebagai uang jasa untuk melaksanakan istigosah.

Setelah shalat Jumat di Masjid Al-Azhar Kairo, orang-orang alim itu membaca ayat-ayat Al-Qur`an. Hingga menjelang Ashar, mereka semua berdiri dan memanjatkan doa sampai suara mereka terdengar oleh orang-orang. Jamaah pun mulai berdatangan dan ikut berdoa bersama mereka.

Ketika waktu Ashar masuk, 40 orang alim itu naik ke lantai atas masjid dan mengumandangkan azan secara serempak.

Cara seperti itu diyakini sejumlah kalangan bisa menolak wabah yang tengah melanda. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Jumlah korban yang terinfeksi dan meninggal bertambah banyak setelah itu.

Ibnu Hajar juga menceritakan kejadian serupa pada tahun 1444/848 H ketika Mesir dilanda wabah Tha’un. Kedatangan jamaah haji dari wilayah Hijaz (Arab Saudi sekarang) membuat wabah semakin menyebar kemana-mana.

Wabah tersebut telah menewaskan 100-200 orang. Setelah jamaah haji pulang dari Hijaz, jumlah korban meningkat drastis. Anak-anak tak luput dari wabah itu. Menurut perhitungan, lebih dari 1.000 orang meninggal akibat Tha’un.

Para jamaah haji tersebut telah terinfeksi Tha’un sebelum pulang ke Mesir. Sehingga, ketika mereka berinteraksi dengan lingkungan sekitar, wabah itu menyebar dengan cepat.

Ibnu Hajar juga menerangkan pentingnya karantika mandiri untuk menjaga diri dari wabah.

Dalam kitab yang sama, Ibnu Hajar bercerita, ada seorang ulama fikih bernama Al-Qadhi Ibnu Abi Jaradah Al-Halabi Al-Hanafi (wafat 1416/819 H).

Pada saat terjadi wabah, Al-Qadhi merasa khawatir jika dirinya tertular. Sehingga, ia melakukan karantina mandiri dan mengisi waktunya dengan membuat ramuan obat, berdoa kepada Allah Ta’ala dan meruqyah diri sendiri.

Selain itu, Al-Qadhi berpura-pura sakit agar tidak diminta masyarakat untuk mengurus jenazah atau melayat keluarga orang yang telah meninggal dunia.

Atas izin Allah Ta’ala dan berkat usaha maksimal yang telah lakukannya, Al-Qadhi selamat dari wabah yang mematikan itu.

Dari beberapa kisah yang disebutkan di atas, kita simpulkan bahwa social distancing ataupun karantina telah terbukti mengurangi penyebaran virus yang melanda suatu wilayah.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Aaamiin.

[Abu Syafiq/Fimadani]
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search