Hukum Menggunakan Antiseptik, Disinfektan dan Parfum Beralkohol

- April 16, 2020
Penggunaan antiseptik dan disinfektan beralkohol pada masa penyebaran virus Corona merupakan tindakan yang banyak dilakukan. Kandungan alkolhol dalam cairan tersebut berjumlah 70%.

Apa hukumnya menurut syariat Islam?

Syaikh Prof. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menjawab pertanyaan seputar hal ini. Berikut pemaparan beliau.

*****

Segala puji hanya milik Allah Ta’ala. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, keluarga, para shahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai Hari Akhir.

Amma Ba’du

Penggunaan antiseptik dan disinfektan yang beralkohol tidak apa-apa, sebab itu bukan khamar yang terlarang dan tidak dipersiapkan untuk diminum.

Beberapa ulama fikih menganggap najisnya khamar sebagai najis maknawi, bukan najis secara zat. Pendapat ini disampaikan oleh Rabiah, guru Imam Malik dan ulama lainnya.

Komite Fatwa Al-Azhar Mesir mengizinkan penggunaan alkohol untuk keperluan tertentu.

Syaikh Muhammad Khatir, salah seorang ulama Al-Azhar mengatakan, secara syariat, hukum dasar dari benda adalah suci. Sesuatu yang haram untuk dikonsumsi bukan berarti zatnya najis, karena menetapkan sesuatu sebagai najis adalah domain hukum syariat, sehingga harus ada dalil khusus tentang itu.

Contohnya, narkotika dan obat-obatan terlarang hukumnya haram untuk dikonsumsi, namun zatnya suci. Alasannya, karena tidak ada dalil bahwa narkotika adalah najis.

Atas dasar ini, sejumlah ulama fikih seperti Rabiah, Al-Laits bin Saad, Al-Muzani sahabat Imam Asy-Syafi’i, serta beberapa ulama khalaf dan kontempoer dari Baghdad dan lainnya berpendapat bahwa meskipun alkohol itu haram untuk diminum, namun zatnya tetap suci.

Di sisi lain, sebagian ulama berpendapat bahwa khamar hukumnya haram dan zatnya najis.

Perlu diketahui, sesuatu yang najis pasti hukumnya haram. Namun tidak berlalu sebaliknya, karena tidak semua yang haram adalah najis.

Semua benda najis haram untuk dikonsumsi dan digunakan dalam keadaan apa pun. Penetapan hukum terhadap sesuatu sebagai najis merupakan indikasi bahwa hukum mengonsumsinya adalah haram.

Berbeda halnya dengan penetapan hukum haram bagi sesuatu. Sebab, benda yang haram tidak berarti najis, kecuali ada dalil yang menjelaskannya.

Hukum menggunakan kain sutra, emas dan perak bagi laki-laki adalah haram. Namun zat dari benda-benda itu tetap suci seperti yang disepakati oleh para ulama.

Adapun penggunaan parfum beralkohol seperti cologne, menurut kaidah umum dalam fikih, kami temukan bahwa parfum jenis ini terdiri dari beberapa elemen yaitu air, bahan aromatik dan alkohol. 

Berdasarkan dalil fikih yang telah kami sebutkan tadi bahwa hukum dasar dari sebuah benda adalah suci dan bahwa larangan penggunaan sesuatu tidak sertamerta menjadikannya sebagai najis, maka cologne adalah suci. Apalagi, penggunaannya ditujukan untuk wewangian.

Atas dasar ini, kami katakan hukum menggunakan cologne adalah boleh berdasarkan dalil yang telah disebutkan dan penggunaannya tidak membatalkan wudhu. Wallahu A’lam.

[Abu Syafiq/Fimadani]
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search